1.
Pengertian
dan Makna Perjanjian Internasional
Dalam hubungan antarbangsa, perjanjian internasional mempunyai
kedudukan sangat penting karena merupakan salah satu sumber hukum
internasional. Perjanjian internasional menjadi hukum terpenting bagi hukum
internasional karena lebih menjamin kepastian hukum. Di dalam perjanjian
internasional diatur pula hal-hal yang menyangkut hak dan kewajiban antara
subyek - subyek hukum internasional / antarnegara. Dalam membuat suatu
perjanjian internasional yang penting adalah adanya kesadaran masing-masing
pihak yang membuat perjanjian untuk secara etis normatif mematuhinya. Kaitannya
dengan hal tersebut di atas perlu adanya kesamaan pandangan atau persepsi
tentang perjanjian internasional. Pengertian perjanjian internasional dapat
dikemukakan di antaranya adalah sebagai berikut:
a.
Oppenheim Lauterpacth, perjanjian internasional
adalah suatu persetujuan antarnegara yang menimbulkan hak dan kewajiban di
antara pihak yang mengadakannya.
b.
G. Schwarzenberger, perjanjian internasional
adalah suatu persetujuan antar subyek-subyek hukum internasional yang
menimbulkan kewajiban-kewajiban yang meningkat dalam hukum internasional
Perjanjian internasional dapat berbentuk bilateral maupun multilateral.
Subyek-subyek hukum dalam hal ini selain lembaga-lembaga internasional
juganegara-negara.
c.
Mochtar Kusumaatmadja, SH. LLM, perjanjian
internasional adalah perjanjian yang diadakan antarbangsa yang bertujuan untuk
menciptakan akibat-akibat hukum tertentu.
d.
Konvensi Wina 1969, perjanjian internasional
adalah perjanjian yang diadakan oleh dua negara atau lebih yang bertujuan untuk
mengadakan akibat-akibat hukum tertentu. Secara lebih tegas, perjanjian
internasional mengatur perjanjian antarnegra saja selaku subyek hukum
internasional.
e.
Konvensi Wina 1986, perjanjian internasional
adalah persetujuan internasional yang diatur menurut hukum internasional dan
ditandatangani dalam bentuk tertulis antara satu negara atau lebih dengan
organisasi internasional dan antarorganisasi internasional dimana persetujuan
tersebut dibuat dalam instrumen tunggal atau dalam dua instrumen yang saling
berhubungan atau lebih dan dengan penandaan khususnya.
f.
UU No. 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar
Negeri, menyebutkan bahwa perjanjian internasional adalah perjanjian dalam
bentuk dan sebutan apa pun, yang diatur oleh hukum internasional dan dibuat
secara tertulis oleh Pemerintah Republik Indonesia dengan satu atau lebih
negara, organisasi internasional atau subyek hukum internasional lainnya, serta
menimbulkan hak dan kewajiban pads pemerintah Republik Indonesia yang bersifat
hukum publik.
g.
UU No. 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian
Internasional, menyebutkan bahwa perjanjian internasional adalah perjanjian
dalam bentuk dan nama tertentu yang diatur dalam hukum internasional yang
dibuat secara tertulis serta menimbulkan hak dan kewajiban di bidang hukum
publik.
2. Istilah-istilah perjanjian internasional
Berbagai istilah dalam perjanjian internasional didasarkan pada
tingkat pentingnya perjanjian internasional tersebut serta keharusan untuk
mendapatkan suatu ratifikasi dari setiap kepala negara yang mengadakan
perjanjian.
Istilah-istilah dalam perjanjian internasional adalah sebagai
berikut:
a. Traktat (treaty), yaitu perjanjian paling formal yang
merupakan persetujuan dan dua negara atau lebih. Perjanjian ini khusus mencakup
bidang politik dan bidang ekonomi.
b. Konvensi (convention), yaitu persetujuan formal yang bersifat
multilateral dan tidak berurusan dengan kebijaksanaan tingkat tinggi (high
policy). Persetujuan ini hams dilegalisasi oleh wakilwakil yang berkuasa
penuh (plaenipotentiones).
c. Protokol (protocol), yaitu persetujuan yang tidak resmi dan
pada umumnya tidak dibuat oleh kepala negara, mengatur masalah-masalah tambahan
seperti penafsiran klausal-klausal tertentu.
d. Persetujuan (agreement), yaitu istilah yang digunakan untuk
transaksi-transaksi yang bersifat sementara. Perikatan tidak seresmi traktat
dan konvensi.
e. Proses verbal, yaitu catatan-catatan atau ringkasan-ringkasan atau
kesimpulan-kesimpulan konferensi diplomatic atau catatan-catatan suatu
permufakatan. Proses verbal tidak diratifikasi.
f. Piagam (statute); yaitu himpunan peraturan yang ditetapkan oleh
persetujuan internasional baik mengenai pekerjaan maupun kesatuan-kesatuan
tertentu seperti pengawasan internasional yang mencakup tentang minyak atau
mengenai lapangan kerja lembaga-lembaga internasional. Piagam itu dapat
digunakan sebagai alat tambahan untuk pelaksanaan suatu konvensi seperti piagam
kebebasan transit.
g. Deklarasi (declaration), yaitu perjanjian internasional yang
berbentuk traktat dan dokumen tidak resmi. Deklarasi sebagai traktat bila
menerangkan suatu judul dan batang tubuh ketentuan traktat dan sebagai dokumen
tidak resmi apabila merupakan lampiran pada traktat atau konvensi. Deklarasi
sebagai persetujuan tidak resmi bila mengatur hal-hal yang kurang penting.
h. Modus vivendi, yaitu dokumen untuk
mencatat persetujuan internasional yang bersifat sementara sampai berhasil
diwujudkan perjumpaan yang lebih permanent, terinci dan sistematis serta tidak
memerlukan ratifikasi.
i. Pertukaran nota (exchange notes), yaitu metode yang tidak
resmi tetapi akhir-akhir ini banyak digunakan. Biasanya pertukaran nota
dilakukan oleh wakil-wakil militer dan negara serta dapat bersifat
multilateral. Akibat pertukaran nota ini timbul kewajiban yang menyangkut
mereka.
j. Ketentuan penutup (final act), yaitu ringkasan hasil konvensi
yang menyebutkan negara peserta, nama utusan yang turut diundang serta Inasalah
yang disetujui konferensi dan tidak memerlukan ratifikasi.
k. Ketentuan Umum (general act), yaitu traktat yang dapat bersifat resmi dan tidak resmi. Misalnya,
LBB (Liga Bangsa Bangsa) menggunakan ketentuan umum mengenai arbritasi untuk
menyelesaikan secara damai pertikaian internasional tahun 1928.
l. Charter yaitu istilah yang dapat dipakai dalam perjanjian
internasional untuk pendirian badan yang melakukan fungsi administrant..
Misal Atlantic Chaner.
m. Pakta (pact) yaitu istilah yang menunjukkan suatu persetujuan yang lebih khusus
(Pakta Wartawa). Pakta membutuhkan ratifikasi.
n. Covenant yaitu anggaran
dasar LBB (Liga Bangsa Bangsa)
o. Agreed minutes, yaitu risalah
yang disepakati.
p. Summary record, yaitu catatan
singkat, ikhtisar.
q. Letter of intens yaitu nota
kesepakatan.
Pada umumnya bentuk perjanjian internasional menunjukkan bahwa materi
yang diatur oleh suatu perjanjian mewakili bobot kerjasama yang berbeda
tingkatannya.
Perbedaan istilah tidak mengurangi hak dan kewajiban para pihak yang
mengadakan perjanjian sebagaimana tertuang di dalam suatu peijanjian
internasional. Penggunaan suatu bentuk tertentu bagi perjanjian internasional,
pada dasam y a menunjukkan keinginan dan maksud para pihak terkait serta dampak
politiknya bagi para pihak tersebut.
- Tahap-tahap perjanjian internasional
Dalam Konvensi Wina tahun 1969 tentang Hukum Perjanjian Internasional
disebutkan bahwa dalam pembuatan perjanjian, baik bilateral maupun multilateral
dapat dilakukan melalui tahap-tahap sebagai berikut:
a.
Perundingan (negotiation), merupakan perjanjian tahap pertama antara pihak/negara tentang objek
tertentu. Dalam melaksanakan negosiasi, suatu negara dapat diwakili oleh
pejabat yang dapat menunjukkan surat kuasa penuh (full powers). Hal tersebut
juga dapat dilakukan oleh kepala negara, kepala pemerintahan, menteri luar
negeri, atau duta besar. Perundingan yang diadakan dalam rangka peijanjian
bilateral, disebut talk. Sedangkan dalam rangka multilateral disebut diplomatic conference atau
konferensi. Selain secara resmi ada juga perundingan yang tidak resmi.
Perundingan sedemikian disebut corridor
talk"'
b.
Penandatanganan (signature), yaitu penandatanganan hasil perundingan yang dituangkan dalam naskah
perundingan yang dilakukan wakil-wakil negara peserta yang hadir. Dalam
perjanjian bilateral, penandatanganan dilakukan oleh kedua wakil negara yang
telah melakukan perundingan sehingga penerimaan hasil perundingan secara bulat
dan penuh, mutlak sangat diperlukan oleh kedua belah pihak. Sebaliknya, dalam
perjanjian multilateral penandatanganan naskah hasil perundingan dapat
dilakukan jika disetujui 2/3 dan semua peserta yang hadir dalam perundingan,
kecuali jika ditentukan lain. Namun demikian, perjanjian belum dapat
diberlakukan oleh masing-masing negara, sebelum diratifikasi oleh masing-masing
negaranya.
c.
Pengesahan (ratification),
di mana suatu negara mengikatkan din pada suatu
perjanjian dengan syarat apabila telah clisahkan oleh badan yang berwenang di
negaranya. Penandatanganan atas perjanjian hanya bersifat sementara dan masih
hams dikuatkan dengan pengesahan atau penguatan yang disebut ratifikasi.
Sumber :
Budiardjo, Miriam.
1982. Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta:
PT. Gramedia
Depdikbud. 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:
Balai Pustaka
Kaelan. 2003. Pendidikan pancasila. Yogyakarta.
Paradigma
Manan, Bagir. 2003. Teori dan Politik Konstitusi. FH UII
Press
Muchson AR. 2000. Dasar-dasar Pendidikan Moral, Jurusan
Pancasila dan Kewarganegaraan. FIS UNY
Moctar
Kusumaatmadja, Etti R. Agoes. 2001. Pengantar
Hukum Internasional. Bandung. PT. Alumni
Retno Listyarti,
Setiadi. 2008. Pendidikan
Kewarganegaraan, untuk SMK dan MAK Kelas XI. Jakarta: Erlangga
Soehardi. 2005. Kamus Populer Kepolisian. Jakarta:
Koperasi Wira Raharja
Suprapto, dkk. 2005.
Kewarganegaraan untuk SMA kelas 2.
Jakarta: Bumi Aksara
Surbakti, Ramlan.
1992. Memahami Ilmu Politik. Jakarta:
Grasindo
A. Hakim. 2005. Intisari Kewarganegaraan untuk SMA. Bandung:
CV Pustaka Setia