Artikel


Artikel
Proses penegakan hukum masih menjadi sorotan publik karena nuansa 'tebang pilihdan money politics (permainan politik uangmasih tetap mewarnai perilaku aparat penegak hukum di Indonesia. Hukumbelum menjadi payung bagi rakyat secara umum untuk mendapatkan keadilanPermainan uang dan tekanan politik bagaikan badai yang sangat kuat untuk menggoyahkan sendi-sendi penegakan hukum,sehingga hukum lebih berpihak kepada dua kekuatan eksternaluang dan politik.
--------------------------
Melalui tiga fungsi utamalegislasianggaran dan kontrolpimpinan dan anggota legislatif seharusnyamampu memposisikan diri sebagai representasi rakyat untuk mencegah penyimpangan dalampenyelenggaraan birokrasiTetapi fungsi tersebut tidak bisa dilakukan akibat godaan uang dankepentingan politik pragmatis-individualistisKondisi ini makin tidak menguntungkan rakyat ketikaaparat penegak hukum yang memiliki kewajiban menuntun masyarakat guna mendapatkan keadilan,juga ikut berperilaku menyimpang di tengah tekanan kuat badai politik.
-----------------------
Penegakan Hukum Terancam Badai Politik Oleh I Nyoman Rutha Ady, S.H.
HUKUM dan politik di Indonesia saat ini tidak beda dengan iklim atau cuaca yang sulit diprediksi danbahkan lebih sering mengalami penyimpanganDalam pelaksanaan ketatanegaraanhukum bahkan lebih                         sering terancam oleh kepentingan politiksehingga salah satu amanat reformasi yakni penegakan supremasi hukum makin tidak jelas arahnya.
-------------------------
Dalam konteks penegakan hukumlembaga tinggi Mahkamah Agung (MA) sebagai rujukan pelaksanaanhukum secara nasional justru melakukan penyimpangan dengan membuka peluang upaya hukum peminjauan kembali (PK) atas keputusan hukum terpidana mati kasus bom Bali I Amrozy dan kawan-kawannyaBetapapun kuatnya tekanan eksternal dalam sebuah proses hukum, MA semestinya tidakmembenarkan proses PK di atas PK atau mengajukan PK dua kali atas subjek perkara yang sama.
Ranah Politik
Di ranah politikberbagai kejanggalan juga dilakukan oleh para wakil rakyat yang duduk di kursi DewanPerwakilan Rakyat (DPR) pusatKetentuan hukum yang menyebutkan pejabat tinggi negara yangdiajukan oleh pemerintah harus mendapat persetujuan DPR, ditafsirkan oleh anggota parlemen sebagai                          peluang untuk melakukan fit and proper test (uji kelayakan dan kepatutanterhadap calon pejabat negara sebelum diangkat.
Padahalmakna aturan hukum yang menyatakan DPR memberikan persetujuanhanya sebatas menyetujui salah satu dari beberapa calon pejabat negara yang diajukan oleh eksekutifFenomenapenolakan oleh beberapa fraksi di DPR atas dua orang kandidat Gubernur Bank Indonesia (BI) yang diajukan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono membuktikan betapa rancunya pemahaman hukum yang ditunjukkan lewat perilaku menyimpang para wakil rakyat di parlemen.
Betapapun niat tulus anggota Dewan untuk menetapkan calon pejabat tinggi negara melalui ujikelayakan dan kepatutanpada dasarnya hal itu telah melampui makna peraturan perundang-undangan.                         Bisa ditebakcalon pejabat tinggi yang tidak memiliki akses di institusi parlemen, 'polosdan 'lugu'dalam berpolitikpasti akan terlempar dari gedung DPR alias sulit lolos untuk mendapatkanpersetujuanPadahal kualitaskredibilitas serta kapabilitas calon tersebut untuk menempati jabatannya cukup memadai untuk disetujui.
Proses penegakan hukum masih menjadi sorotan publik karena nuansa 'tebang pilihdan money politics (permainan politik uangmasih tetap mewarnai perilaku aparat penegak hukum di Indonesia. Hukumbelum menjadi payung bagi rakyat secara umum untuk mendapatkan keadilanPermainan uang dan tekanan politik bagaikan badai yang sangat kuat untuk menggoyahkan sendi-sendi penegakan hukum,sehingga hukum lebih berpihak kepada dua kekuatan eksternaluang dan politik.
Rakyat yang strata sosial ekonominya tergolong kaya dengan mudah bisa 'membelihukum lewat tangan-tangan penasihat hukumsementara ironisnya komunitas rakyat yang tidak mampudigusur daripemukiman kumuh dan lapak-lapak (kios darurattempat berjualan dipinggir jalan atas nama penegakan                         supremasi hukumRealitas ini makin menggejala tetapi elite politik yang duduk di kursi empuk lembaga legislatif atas nama rakyattidak memiliki kepedulian untuk meluruskan ketidakadilan tersebut.

Related Posts

Subscribe Our Newsletter